Kisah Legenda Desa Nunuk Lelea Indramayu
Ketika kita berkisah legenda tentang asal usul suatu tempat, sudah pasti akan muncul banyak versi dan kisah yang telah tertulis maupun tidak tertulis. Namun secara sosiologis kisah legenda terkadang sering dijadikan sebuah mitos yang selalu menjadi sesuatu yang dianggap sakral dan dikeramatkan oleh masyarakat setempat. Tentunya Indramayu opini ingin pula mebyampaikan sebuah kisah tentang legenda asal usul desa nunuk ini sebagai dasar dan cikal bakal suatu tempat atau wilayah atau desa menurut versi yang dianggap layak dan memang pantas sebagai bahan rujukan ke bahan kajian tentang legenda desa nunuk di masa mendatang. Motif utamanya adalah membawa pesan moral yang selama ini menstatmenkan bahwa warga desa nunuk dalam tanda kutip. Untuk itu yuk simak dan baca kisah legenda asal usul Desa Nunuk yang menurut Indramayu Opini lebih mendekati kekebmaran dan layak untuk di kisahkan dan di baca dari waktu ke waktu oleh setiap generasi di masanya.
Sumber utama rujukan kisah legenda ini dari indramayutradisi.com yang dipadukan dengan beberapa kisah yang di dapat dari warga.
Kisah ini diawali dari sejarah tradisi tertua, jauh sebelum kota Nunuk, daerah itu disebut Pecantilan Sumur Gede.
Konon Dahulu kala dikisahkan legenda ini bermula dari kisah Kanjeng Sinuhun Sunan Gunung Jati memerintahkan salah satu muridnya yang bernama Ki Puronegoro untuk mengambil satu pohon jati yang berada di kawasan hutan Cimanuk bagian selatan.
Kisah ini bermula dari Kanjeng Sinuhun Sunan Gunung Jati memerintahkan Ki Andawiyah dan Ki Muntar untuk melawan masyarakat kesangyangan di Hutan Sinang.
Dalam perjalanan kisahnya Ki Andawiyah dan Ki Muntar berangkat menunaikan Tugasnya untuk memerangi masyarakat kesangyangan yang ada di Alas Sinang. Namun tugas itu tidak dapat ditunaikan dengan tuntas mengingat kedigjayaan ilmu yang dimilki oleh Ki Andawiyah dan Ki Muntar masih berada di Bawah Masyarakat Kesangyangan Alas Sinang.
Secara singkatnya kisah legenda ini.
Ki Andawiyah dan Ki Muntar tidak memenuhi tugasnya dengan baik dan tuntas.
Ki Andawiyah dan Ki Muntar pun merasa malu, rasanya berat untuk memberikan laporan tentang kegagalannya kepada Kanjeng Sinuhun Sunan Gunungjati yang akhirnya Ki Andawiyah dan Ki Muntar serta semua pasukan yang dipemimpinnya, memutuskan untuk tidak kembali ke Kesultanan Cirebon.
Di suatu tempat seorang Ki Andawiyah dan Pasukannya merasa kehausan akibat perjalanan yang melelahkan. Dalam keadaan terpaksa melihat dirinya dan pasukannya merasa kehausan yabg tak terpekirakan dengan sangat terpaksa Ki Andawiyah menarik dan mencabut senjata andalannya yang disebut Lading Pengukir Jagat, lalu menaruhnya di tanah dengan cara menancapjannya di tanah sehingga dengan sekejap keluarlah air dari dalam tanah tiada hentinya sehingga membuat Ki Andawiyah beserta Pasukannya merasa terpuaskan dan hilang rasa dahaga yang tiada terkirakan tadi. Tempat ditancapkannya keris yang kemudian keluar air dengan sendirinya tempat itu kemudian di kenal dengan sebutan Sumur Gede.
Karena Ki Andawiyah dan Ki Muntar memutuskan untuk tidak kembali ke Kesultanan Cirebon karena gagal dan kalah berperang dengan para kesangyangan Alas Sinang. Akhirnya Ki Andawiyah dan Ki Muntar memutuskan untuk menetap di daerah tersebut dengan alasan daerah tersebut subur. Akhirnya Ki Andawiyah dan Ki Muntar lama kelamaan memiliki banyak keturunan dan ramailah daerah baru tersebut.
Kembali ke Kisah murid Sunan Gunungjati yang bernama Ki Puronegoro yang diperintahkan oleh Kanjeng Sinuhun Sunan Gunungjati Cirebon untuk mencari dan mendapatkan pohon jati tunggal yang dianggap memiliki suatu keistimewaan tersendiri dan keberadaannya memang dibutuhkan oleh Kanjeng Sinuhun Sunan Gunungjati. Meski dalam upaya untuk mendapatkan pohon jati tunggal ini harus melawan dan bertempur terlebih dahulu dengan penghuni dan pemilik goib pohin jati tunggal tersebut yaitu Denawa pemilik dan penunggu pohon jati tunggal yang berada di daerah yang sekarang di kenal dengan Desa Jatisura.
Setelah mendapatkan Pohon Jati Tunggal yang dimaksud Ki Puronegoro pun berencana kembali ke Kesultanan Cirebon. Namun dalam perjalanan pulangnya ketika Ki Puronegoro melintasi daerah pecantilan sumur gede milik Ki Andawiyah. Saat itu, Ki Andawiyah sedang mengadakan sayembara yang bertempat di Pecantilan Sumur Gede Tersebut.
Sayembara yang diadakan oleh Ki Andawiyah berawal dari sebuah kisah ketika Ki Andawiyah memiliki seorang putri yang sudah dewasa dan saatnya menikah dan memiliki suami. Putrinya tersebut bernama Nyimas Nurniyah Karena parasnya yang cantik rupawan dan banyak yang menginginkan maka Ki Andawiyah pun mengadakan Sayembara adu kesaktian dengan putrinya Nyimas Nurniyah agar siapa pun kelak yang menjadi suami dari Nyimas Nurniyah adalah orang yang layak dan pantas untuk dijadikan suami oelh puterinya. Adapun model sayembaranya adalah sebagai berikut BARANG SIAPA YANG DAPAT MEMEGANG UJUNG SELENDANG NYIMAS NURNIYAH DALAM 3 (TIGA) JURUS MAKA DIA LAYAK UNTUK MENJADI SUAMI DARI NYIMAS NURNIYAH.
Sayembara pun diumumkan dan banyak warga masyarakat sekitar yang datang untuk menyaksikan. Tak ketinggalan Ki Puronegoro Murid sang Sunan Gunungjati pun mampir ikut melihat, menyaksikan dan menonton sayembara tersebut.
Dari sekian banyak pemuda yang mengikuti Sayembara tidak ada satupun orang yang sebanding dengan kehebatan Nyimas Nurniyah. Semuanya terjatuh dan kalah oleh Nyimas Nurniyah.
Awalnya Ki Puronegoro hanya melihat dan meyaksikan jalannya Sayembara tersebut dan setelah para Jawara yang ada sudah tidak ada yang mampu lagi mengalahkan Nyimas Nurniyah pun akhirnya Ki Puronegoro maju dan mencoba melawan dan menghadapi Nyimas Nurniyah dengan santai dan ringannya. Dalam waktu singkat Ki Puronegoro mengalahkan Nyimas Nurniyah di Jurus Pertama. Celakanya tidak hanya selendangnya Nyimas Nurniyah yang terpegang tapi cadarnya Nyimas Nurniyah pun terlepas dari wajahnya. Tanpa disengaja wajah dan paras cantik dari Nyimas Nurniyah pun terlihat dan spontanitas sorak sorai warga masyarakat sekitar pun yang menyaksikan bersorak ramai dan Nyimas Nuriyah pun merasa malu dengan dengan kekalahan dirinya dan ditambah dengan terlihat dan terlepasnya cadar Nyimas Nurniyah. Nyimas Nurniyah pun bingung dan malu hingga lari bersembunyi di balik pepohonan nunuk yang nerada di sekitarnya. Untuk menyembunyikan rasa malunya tersebut.
Karena banyak orang yang menyaksikan kekalahan Nyimas Nuriyah dan bersembunyi di antara pohon nunuk di sekitar pecantilan sumur gede tersebut. Akhirnya masyakarat banyak yang menceritakan kisah sayembara tersebut dan yang paling terkesan di masyakarat adalahnya kekalahan dan rasa malu Nyimas Nuriyah yang bersembunyi di Pohon Nunuk samping Pecantilan Sumur Gede tersebut.
Akhirnya dari kisah itulah Pecantilan Sumur Gede Ki Andawiyah yang teduh karena banyak pohon Nunuknya terbut berubah nama menjadi Nunuk.
Sekian kisah legenda ini kami kisahkan semoga dapat menjadi pelengkap kisah untuk generasi kita di masa mendatang bahwa masyarakat Nunuk yang identik dan terkenal dengan wanita murahan yang mudah dirayu dan merayu para lelaki itu saat ini dan masa mendatang dengan bangga dapat bercerita bahwa wanita Nunuk adalah wanita terhormat dan mulia nan cantik paras rupa untuk mendapatkannya saja butuh perjuangan dan tidak murahan.
Wallahu a'lam bisshowab.
Semoga manfaat
Penulis
Ahmad Fuady
Indramayuopini.blogspot.com
sumber : indramayutradisi.com
Komentar
Posting Komentar